Rabu, 01 Oktober 2014

LEMBARAN FOTO

 Temul Amsal bersama G.P Ade Darmawi


Temul Amsal menerima anugerah seni 2014

 Temul Amsal disuatu tempat disuatu ketika

 Temul Amsal (bandara sutta)

 Temul Amsal (dulu pernah mutar layar tancap)

 Temul Amsal (kenangan bersama Idrus Tintin)

 Temul Amsal (kenangan bersama pelawak Indonesia S.Bagio)
Temul Amsal (2014)


Temul Amsal bersama ibunda tercinta : T.Syarifah Hidayatul Akmal (2014)



Temul Amsal bersama ananda Said Rega Syahringga (raya 2014)




Temul Amsal  2011


 Temul Amsal  2014


 Temul Amsal (di ruang kerja)


 Temul Amsal (antrian perpanjangan STNK 2013)


Temul Amsal (antrian di Bank BTPN pekanbaru 2014)



Minggu, 21 Oktober 2012

RAGAM SENI BUDAYA MELAYU




RAGAM SENI BUDAYA MELAYU RIAU

DALAM

TEATER BANGSAWAN
Oleh : Temul Amsal




 PENDAHULUAN

        Manusia adalah makhluk yang memiliki perasaan keindahan perasaan keindahan manusia ini nampak dalam ungkapan-ungkapan perasaan yang dituangkan melalui bentuk karya seni, seperti seni suara, musik, tari, teater, seni rupa dan berbagai kerajinan, tata busana, tata rias rambut, disamping itu juga termasuk bangunan dan tata hias ruang. Dalam seni sastra antara lain sajak, syair, pantun, berbagai jenis cerita dan nyanyi panjang,dsb.

          Karya-karya seni tersebut, secara langsung ataupun tidak dipengaruhi oleh pandangan hidup Sang Seniman sebagai penciptanya, yakni lingkungan fisik, lingkungan social budaya serta perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi.

          Orang Melayu yang sebahagian besar bermukim di daerah Riau memiliki jenis kesenian tersebut di atas. Jenis kesenian ini begitu berfariasi antara satu daerah dengan daerah lainnya. Perbedaan ini terjadi karena pembauran dengan berbagai unsure seni yang masuk dari daerah lain, serta pengaruh likungan fisik social budaya daerah masing-masing.




RAGAM BUDAYA MELAYU
DALAM  PAGELARAN TEATER BANGSAWAN

          Ragam Budaya Melayu yang terkandung dalam Teater Bangsawan, antara lain :

a.      Tokoh / Peran

  Dalam Teater bangsawan, biasanya tokoh/peran yang ditampilkan terdiri dari :
-         sultan / raja
-         permaisuri
-         putra mahkota / putrid
-         datuk bendahara
-         dukun
-         panglima
-         serta rakyat biasa.

b.     Bahasa

    Dalam Teter Bangsawan masih digunakan bahasa Melayu, tetapi dalam    perkembangan terakhir, karena pagelarannya sudah banyak di tonton oleh masyarakat luas dari berbagai daerah dipakai bahasa Indonesia., namun masih tetap mempertahankan seni keindahan bahasa Melayu yang terdiri dari :

-         syair
-         petata-petitih / ungkapan
-         puisi
-         pantun
-         gurindam
-         bahasa berantai  dsb.


        -   syair :

Syair biasanya merupakan bagian pembuka dan penutup pertunjukan. ada juga yang dibuat sebagai pemisahan babak. Contoh  sbb :


             SERIKANDI ZUBAIDAH

             Tersebut kisah zaman dahulu
             Seorang putrid elok terlalu
             Zubaidah namanya sudahlah tentu
             Dipelalawan tempatnya meletakkan hulu

             Zubaidah putri sangat suka cita
             Bertunangan dengan seorang perwira
             Panglima kerajaan yang sangat setia
             Kudin namanya pendekar Negara

             Suatu hari si Kudin pendekar
             Ditugaskan Sultan pergi beredar
             Menghadang musuh kebenteng besar
             Meninggalkan kekasihnya berhati gobar

              Ditakdirkan oleh Tuhan Rabbana
              Musuh yang kalah bermuslihat pula
              Benteng besar berpindah kuasa
              Kudin pendekar terluka parah

              Disaat demikian Zubaidah datang
              Melihat kekasihnya sedang mengerang
              Diikatnya kain keris dipinggang
              Bertekat mati sama digelanggang

     (Banjir Darah di Mempusun: Essa Putra Assaggaf)



LANCANG KUNING

                           Lakon ini kami sembahkan
                         Kepada hadirin penonton budiman
                         Cerita rakyat penuh teladan
                         Kesah sejarah jadi pedoman

                          Lancang kuning nama perahu
                          Kanaikan Laksemana dibukit batu
                          Perahu tempahan susah ditiru
                          Bentuknya indah elok terlalu

                         Suatu hari Datuk Laksemana
                         Hatinya sedih gundah gulana
                         Rakyatnya letih menguras tenaga
                         Lancang tak turun dari galangnya

                         Seorang panglima bernama Hasan
                         Berbuat nekat mengkhianati teman
                         Isteri Umar dijadikan korban
                         Menurunkan lancang ketengah lautan

                         Umar marah bukan kepalang
                         Ia mengamuk sambil meradang
                         Menuduh Laksemana berbuat curang
                         Melampiaskan dendam tanpa ditimbang
                                                             --------
                            ( Lancang Kuning …..Temul Amsal)



            -  dialog dalam bentuk petata-petitih / ungkapan :

Percakapan antara pelaku, yang memperguna kan petata-petitih pada adegan-adegan tertentu  seperti :

ALANG LOMA
Aku lelaki, Puan Suri.

PUAN SURI
Seorang lelaki, senantiasa membusungkan dada. Berkata jujur dan setia.

ALANG LOMA
Kejujuran tak lagi punya arti
Kesetiaan tak lagi punya makna
Kini semua sudah berubah
Yang melempar, menyembunyikan tangan
Yang berkata, menyembunyikan lidah.

PUAN SURI
Justeru itu kita harus tetap pada pendirian.
Mana yang tegak ditegakkan
Mana yang duduk didudukkan
Kanda dengar itu ?

ALANG LOMA
Aku mendengarnya, Puan Suri
Menolak permintaan Raja, sama dengan menghempaskan kaca kemuka. Kita sendiri yang terluka.

PUAN SURI
Mati membela kebenaran, jauh lebih terpuji,
dari hidup memendam dendam.

ALANG LOMA
Tenanglah !  Biar kanda yang bicara.
Dinda pergilah bersembunyi !

PUAN SURI
Bersembunyi ? bukankah itu ucapan perempuan.

ALANG LOMA
Suara perempuan yang keluar dari mulut seorang lelaki, akan lebih terpuji dari perempuan itu sendiri yang meneriakkan suara jantan.

PUAN SURI
Ungkapan yang memalukan. Sungguh menjijikan.

ALANG LOMA
Kita rakyat, Puan Suri. Sadarilah itu.

PUAN SURI
Seekor kucing peliharaanpun akan marah, jika dipaksa menjilat nanah yang mengalir dikaki tuannya

ALANG LOMA
Kau terlalu berburuk sangka,PuanSuri.




-         dialog dalam bentuk puisi sbb :


Perhatikan kata-kata dalam bentuk puisi di bawah ini :

                           PUAN SURI :

Kanda  !
Si pendurhaka itukah yang kanda bela.
Panglima zalim itukah yang kanda sembah.
Sultan Syah Alam dibunuhnya.
Tahta kerajaan dirampasnya.
Perbuatan itukah yang dibangga.

                                                 ( Puang …..Temul Amsal)

                             ALANG LOMA : 

  perkasa, bukan mencencang sembarangan.
             gagah, bukan berarti membusungkan dada.
             menapak, harus penuh perkiraan.
             melangkah, harus penuh perhitungan
  surut, bukanlah menyerah dalam pertempuran.
             luka, bukanlah kalah dalam pertarungan.
kita menanti dan menanti.
             saat itu pasti tiba.....
jalak akan datang dengan payung kemenangan.

                                                 ( Puang …..Temul Amsal)



                          ALANG LOMA :  

        entahlah. (pause).
        panglima tanpa raja…..
        bagaikan parang kehilangan mata.
                               panglima tanpa sultan….
        bagaikan pedang tak bertuan.
        aku takkan mampu berdiri sendiri.

                                                 ( Puang …..Temul Amsal




           - dialog dalam bentuk pantun :

                             Percakapan antara pelaku, selain mempergunak an kata-kata biasa, pada adegan-adegan terten tu kata-kata tersebut diucapkan dalam untaian pantun, seperti :  percakapan antara Hulubalang  Sabak Auh dan Panglima Kudin dalam cerita “Hancurnya Benteng Mempusun” tulisan Essa Putra Asaggaf berikut ini :

SABAK AUH: 

tanam cendawan dikayu mati
                      sesudah mati dibuat sayur
                      tuan pahlawan berani ati
                      hamba pahlawan berani hancur


                     KUDIN     

                     sungai rengas tanahnya subur
                     tempat orang bertanam ubi
                     sungguh pandai tuan menghibur
                      pantaslah orang kepercayaan negeri

                    SABAK AUH: 

                     tanam delima tumbuh delima
                     tumbuh mari diatas kayu
                      tuan panglima hamba panglima
                      belum dicoba belumlah tahu

----------

c.      tekhnik permainan :

          Dalam tekhnik permainan ini banyak sekali digambarkan bagaimana sikap seseorang terhadap orang lain yang berada di sekitarnya. Sikap bawahan terhadap atasan, cara seorang masyarakat biasa menghormati pimpinan, sikap orang muda berhadapan dengan orang tua dan sebagainya.

d.     pementasan :

             Pementasan teater bangsawan tidak terlepas dari menghadirkan unsure seni musik dan tari melayu disamping suguhan lawak yang biasanya diperankan oleh Bujang Selamat. Seni musik dan tari tersebut selalu hadir dalam pertukaran babak maupun dalam lakon cerita yang dipagelarkan.



Penutup
          Saya menyadari, betapa banyaknya corak ragam seni budaya Melayu, khususnya di Riau ini , namun saya rasa cukup memadailah dalam waktu yang singkat ini, saya mengam bil contoh dan merujuk pada Teater Bangsawan, karena justru cabang kesenian ini merupa kan cabang kesenian yang komfleks.

          anak muda pakai kopiah
          kepala kain sebelah dikiri
          kalau ada silap dan salah
          jangan dijalin dalam hati






Pekanbaru, 19 Oktober 2012

                                                                                               Temul Amsal



Sabtu, 10 Maret 2012

Sajak-sajak Temul Amsal




SAJAK SAJAK TEMUL AMSAL




Temul Amsal Baca Sajak di Taman Ismail Marzuki - Jakarta





                                                 lencana


                        sebuah kacamata retak
                        tersangkut di jendela
                        selembar catatan tua
                        tak tahu penulisnya

                                          entah mengapa
                                          tiba tiba
                                          sebuah lencana bertukar rupa

                                    keris dijadikan tiang pencalang
                                    ujungnya yang tajam mencucuk lancang
                    serindit
                    tertunggit
                    di empat pusaran gelombang
                    ikan tertusuk dihaluan

                                          lancang tak berkemudi
            kemana arah
            kemana kiblatnya

                           kemarau tanpa musim
               menyebar panas
               menebarkan resah
                     kemana
                     angin
                     kemana
                     hujannya
               rimba
               kehilangan
               rindang

                     sialang
                     kehilangan
                     batang
                      kemana gaibnya

                        kacamata retak
                        menetak senja
                        siapa yang punya


                                                            ---------




                                                           Beliung


                                                 sejauh batas perjalanan
                                                 dalam setapak surut
                                                 untuk kita berperang
                                                 tanpa keris dan pedang

                                mari berkaca
                                pada bayang bayang
                                menutup muka
                                menengadah
                                jauh kebelakang
                                menantang tanpa bimbang

                                beliung
                                mencampakkan tarah duka
                                mencencang takuk bimbang
                                menengadahkan mata kemuka
                                merejam tajam

                                 beliung
                                 menetak takuknya sendiri
                                 menggantang nasib yang malang
                                 menggalau riau yang risau
                                 meniti hari yang sepi
                                 menakik mimpi yang pasti
                                 hari ini

                                                beliung meliuk mengapak lagi
                                 menyepak duka dimuka
                                 mencucuk diri

                                 dirambahnya rimba
                                 digalaunya riau
                                 disamunnya pelalawan
                                                            dengan putingnya 
                                                            yang
                                                                     tajam

                        dicakarnya belukar
                        ditebangnya
                        batang batang sialang
            tempat kita berteduh

                        beliung
                        mengapak menyepak lagi
                        berbagi duka
                        di riau riuh yang sepi
                                    hari ini


                                                            ------



                                             anak laut


lahir atas gelombang
alangkah tenangnya
                  dinyanyikan camar
                  dibuai buai badai
                              alangkah riangnya

bertahtah di laut dalam riak
alangkah riuhnya

hidup disini
entah berapa lama
menghitung hari
ke lusa lusanya
                  di hamparan bebas tanpa batas
                  di rantau riau penuh puaka
                              alangkah indahnya

di laut kami dilahirkan
di semak semak karang
di rimba batu yang dalam
                  di sini doa dikabulkan

dari air asal kejadian
dari timbunan tanah tenggelam
dari angin napas ditiupkan
      di atas buih daerah kekuasaan

hidup atas gelombang
alangkah perkasanya
            lepas bagai camar bak elang
            terbang
            menantang badai diamuk topan
            haram tak bimbang

anak laut
merajah malam
bintang jadi pedoman

di dataran beku mereka kaku
di hamparan bisu mereka jemu

orang laut
enggan
kepemukiman

                              --------
 


Temul Amsal Baca Sajak di Taman Ismail Marzuki - Jakarta


                                                  catatan buat rega

                                   
    anakku
    kau lahir saat gerhana
    ketika ranting ranting retak
    dan
    camar mengepakkan sayapnya

    nak
    kau diazankan
    saat pelangi membelah bumi
    ketika
    guntur menggelegar
    dan
    bulan bersimbah purnama

    nak
    kalau kau besar nanti
    menapaklah diatas kakimu sendiri
    sebab perjuanganmu
    masih panjang
    untuk negeri ini

    di
    desa
    tempat engkau dilahirkan
    di sebuah masjid tua
    arah pendakian

                         makmum
                         kehilangan syafnya

             khatib dan bilal
             kehilangan surah dan suara

             imam kehilangan kiblat
             shajaddah
                              kehilangan
                              tuannya

  tolehlah kebelakang
                                            ladang berpindah kita dicela
                              tanah sejemput
                                                            disebut sebut

               banjir datang kita dihadang
               laut punah kita disanggah

                                             lewat suara sebuah radio tua 
                                             seorang penyiar berpesan

                --jangan merusak lingkungan—
                                   
                                                tapi
                                                di halaman pertama
                                                surat kabar kota
                                                yang
                                                tak sempat
                                                diterbitkan

                                                terbaca :

                                 ribuah hektar hutan
                                 jadi korban pembakaran

                                                belantara
                        digundul
                        bagai sahara
                                         
pemukiman baru
berdiri di sana
            bangunan megah
            dan
            gedung
            raksasa
            --entah milik siapa--

            dari
ratusan cerobong panjang
            awan hitam
            menggumpal gumpal
            di atasnya

            jelaga tumpah ke jalan jalan
            mengotori jejak dan telapak

--entah siapa biangnya--

                                                dari
                                                selokan
                                                yang
                                                sengaja disembunyikan
                                                            dalam liang gundukan tanah
                                                            di halaman bagian belakang
                                                            sebuah perusahaan

                         jutaan limbah cair
                                                 mengalir
                                                 pelan
                                                 meracuni sungai
                                                 merenggut kehidupan

                                                 selebihnya
                                                 berlepotan
             tinta hitam
             semua

                                                              tak dapat ku baca


                                                              -----------
                  
           

                                                      bono


                                           bono tiba
                                           panglima kehilangan tuah
                                           bono datang
                                           dubalang kehilangan pedang
                                           bono menghantam
                                           singasana tenggelam

                                           jangan tambatkan lancang pada tiang
                                           ungkai simpai
                                           cencang penggalang
                                           kita berkuda bono
                                           berdugang atas pemulang

                                           cepatnya bagai kilat
                                           lajunya bagai bayu

                                           lidah air itu menjulur julur
                                           bergulung gulung
                                           menjilat tebing dan beting

                                           menerpa dengan sunsang arusnya

                                           gaung suaranya bak halilintar
                                           menggeram
                                           menerkam
                                           bak singa lapar

                                           liurnya melambai
                                           bagai badai
                                           dihentak topan

                                           dengan garang ia menerjang
                                           menenggelamkan lancang
                                           dan pencalang

                                           dirambahnya rimba
                                           dicakarnya belukar
                                           digalaunya riau
                                           disamunnya pelalawan
                                                    dengan cakarnya
                                                    yang panjang

                                           bono tiba alur berpindah
                                           bono datang beting menghadang
                                           berpuluh lancing dan pencalang
                                           karam tanpa muatan

                                           anak anak
                                           berteriak
                                           serak
                                           dihentak
                                           ombak

                                           saat bulan mengambang
                                           gelombang besar menghadang

                                           di riau
                                           kami
                                           berkuda bono
                                           berdugang atas pemulang
                                                            timbul tenggelam
                                                            dihanyut pasang

-----------



Temul Amsal Baca Sajak (Melaka - Malaysia)




                                tun fatimah

                           entah di teluk mana
                           engkau labuhkan perahumu
                           ketika layarnya koyak
                           dan tiangnya retak
                           dimakan usia

                            entah di tebing mana
                            engkau berdiri
                            menatap mentari
                            saat senja merona
                            dari balik ranting ranting rekah

                            entah di gertak mana
                            engkau meniti
                            melangkahkan kaki
                            melapah hari hari mu
                            yang sepi

                            entah di pelantar mana
                            kau basuh tubuhmu
                            bersuci diri
                            memenuhi panggilan ilahi
               
                            entah di surau mana
                            engkau bentangkan sajadah
                            bersujud kepangkuan yang esa

                            entah di rimba mana
                            engkau bersembunyi
                            menyurukkan diri

    entah mengapa
    ketika suamimu pergi
                            memenuhi panggilan ilahi
                                       para pengikutmu
                                       menghilang satu satu
                                       dan kota tua itu
                                       bertukar rupa
                                       jadi rimba belantara
                                   
                            entah di busut mana
                            engkau bersemedi kini
                            menanti putusan ilahi

                            telah dirintis jalan setapak
                            telah ditebang rimba sekampung
                            namun bayangmu tak tampak jua

                            kami kehilangan
                            selembar catatan
                            sepancang nisan
                            untuk mengukir namamu
                            di sana
                       
              --------


                                    sendiri

                        tak ada lagi khadi
                        yang dapat mengantarkan aku
                        padamu duhai kekasih
                                    ketika
                                    kemunafikan
                                    ditegakkan
                                    jadi
                                    pembela
                                    kemungkaran
           
                        tak ada lagi kiyai
                        tempatku mengaji
                                    ketika                   
                                    games dan sorban
                                    dijadikan kebanggaan
                                    lambang kesucian 

                        tak ada lagi ulama
                        tempatku bertanya
                                                ketika kaji dan syurahnya
                                                meresahkan jiwa

                        tak ada lagi imam
                        selain imanku sendiri
                        yang akan mengantarkan
                                                aku
                                                padamu
                                                ilahi

--------




                               kiblat
           
                        di
                        masjidil haram
                        makmum  sholat
                        berhadap hadapan dengan imam
                                    menghadap ka’bah

                        di surau
                        tempat rega mengaji
                        tak berapa jauh dari rumahku
                        ketika waktu sholat tiba
                                    kami berada dibelakang imam
                                    menghadap kiblat yang sama

                        di rumahku
                        di atas sajadah
                        di ujung malam sepi
                                    aku sendiri kini
                                    diliputi cahaya
                                    tanpa arah
                                    menghadap kepadanya
           
                        karena dia
                        tuhan yang maha kuasa
                        lebih utama
                        tempatku bermunajat
                        sebab atas namanyalah
                                                ka’bah
                                                dijadikan
                                                kiblat

                                              -------


                                                    hening

                           di
                           sini
                           laut itu hening
               jauh dari segala angin
               diam dari segala sepi

                           malam tak berbintang
                        tak berbulan
                           dinding tak berpintu
                        tak tembus
                        cahaya

                              sebuah jung tanpa layar tertimbun Lumpur
                              sehelai selimut tanpa sulam
                                       terbentang tanpa warna

               bilik pertapaan
               tanpa ruang
               sunyi tanpa bayang

tahtah penghabisan
singasana
dan
raja tak bermahkota

ke laut
tak bergelombang
                                                kita dicampakkan

ke bilik
         tanpa ruang
         tak tembus cahaya

              ke sudut pertapaan penghabisan
                                 diusung kesana
          bila
          saat
          tiba


                                                            ---------




---------------

 


------------------

 

 -------------